Mbah Surip, penyanyi fenomenal yang mendadak terkenal karena lagu "Tak Gendong" itu meninggal dunia hari Selasa (4/8) ini pukul 10.30. Beberapa kenangan atas penyanyi berambut gimbal itu dituliskan oleh wartawan Kompas.com, Jodhi Yudhono dalam blog-nya di Kompasiana. Inilah salah satunya: KEMBALI saya “kehilangan” kawan. Jika dulu saya “kehilangan” seorang kawan bernama Iwan Fals, maka kini saya harus ikhlas “kehilangan” Mbah Surip. Hilangnya kedua kawan itu saya kira sama musababnya: popularitas. Makhluk bernama popularitas itu begitu teganya merenggut kawan-kawan saya satu demi satu. Tentu, bukan kepopuleran semata yang membawa pergi kawan-kawan saya. Sekumpulan manusia bernama manajemen artis yang berada di belakang kepopuleran mereka itulah yang menurut saya menjadi pangkal hilangnya kawan-kawan saya. Atas nama profesionalitas, atas nama perlindungan terhadap artis, dan entah atas nama apalagi, manajemen artis yang mengurusi kedua kawan di atas telah menjauhkan mereka dari saya sebagai seorang kawan ngobrol yang mengasyikkan. Bersama Iwan saya pernah melewati malam-malam Kota Jakarta, bikin lagu bersama, ngomong ngalor ngidul soal apa saja di sembarang tempat. Pun begitu dengan Mbah Surip. Entah telah berapa malam pernah saya lewati bersama Simbah berambut gimbal itu di Bulungan, Jakarta Selatan, sambil nyruput kopi, nyanyi bersama, ngobrol hal yang aneh-aneh, bercerita tentang wanita pujaan…. Dan jika ia tak tampak di Bulungan, saya tinggal menelepon dia. Jika tak jauh jaraknya dari Bulungan, Mbah Surip dengan ringan hati segera muncul menemui saya sambil berucap: I love full… he-he-he…. Tapi sejak lagu “Tak Gendong ke Mana-mana” meledak, saya kehilangan jejaknya. Pernah sekali saya telepon, dengan tergesa-gesa dia menjawab, “Aku mau naik panggung, wis yo…” Setelah itu, tiap kali ditelepon, tak pernah lagi ia mengangkatnya. Neng endi kowe Mbah? Saya kini cuma bisa memandang Mbah Surip yang muncul di hampir semua stasiun televisi. Sekali pernah saya melihat Simbah sedang berkendara mobil baru, lalu di lain waktu dia sedang berada di rumah dan kantor barunya, waktu lainnya dia sedang memberikan statement, lantas di media saya baca berita lagu Simbah telah menghasilkan Rp 4,5 M lewat RBT. Wah… luar biasa. Meski “kehilangan” dirimu Mbah, sungguh aku tetep senang. Itu artinya sampean tak lagi kepanasan dan kehujanan, seperti waktu kamu menyusuri jalanan Ibu Kota dengan sepeda motormu yang kau kasih nama Harley Davidchiang itu. Dan tidurmu boleh jadi kini lebih tertib lantaran ada rumah yang siap menaungi, tak seperti dulu saat kamu tidur di sembarang tempat di Bulungan. Inget enggak Mbah, waktu itu bukan cuma nyamuk yang membikin tidurmu tak nyaman, tapi juga berebut dengan kawan-kawan untuk mendapatkan tempat tidur yang nyaman. Aku ikut seneng Mbah, sungguh. Pernah pula aku dengar belakangan kamu juga rajin berbagi rezeki kepada kawan-kawan di Bulungan jika kau pergi ke sana. Bagus itu Mbah, itu pertanda hatimu tetap baik, pun ekspresimu yang tetap biasa-biasa saja saban kali muncul di televisi. O ya Mbah, gimana dengan Sarinah? Pacarmu yang lulusan SD itu loh…. Ha-ha-ha… lulusan SD di tahun 45 itu loh? Moga-moga kamu tetap setia kepadanya meski wanita-wanita cantik mengitarimu kini. Tahu enggak Mbah, tiap kali kamu ngga ngangkat telepon jika kuhubungi, aku cuma bisa menghibur diriku sendiri… ini pasti Mbah Surip sedang sibuk, sedang konser, syuting, promosi album…. Tapi aku yakin, Mbah, nanti kalau kamu sudah lega, tentulah kita akan bersama lagi. Ngobrol tentang kopi, rokok, wanita, setan, dan… helikopter yang mau kamu bagikan satu-satu kepada seluruh rakyat Indonesia jika kamu berhasil jadi orang yang amat sangat kaya. Wis yo Mbah, aku mau tidur… besok setelah bangun, gosok gigi dan senam pagi, ya tidur lagi… he-he-he.... I love full Mbah!
Posting Komentar