Happy Valentine
16.55
14 tahun lalu, thn 1995, ice cream Walls dan sebuah radio swasta di Denpasar (sekarang radio swasta itu sudah diambil alih RRI) mengadakan lomba menulis cerita bertemakan kasih sayang untuk menyambut Hari Valentine.
Entah bagaimana, kisah ini mengalir begitu saja.
Dulu..duluuu..sekali...
Kami masih bisa dibilang keluarga dari kelas menengah ke
bawah. Rumah kecil dengan sebagian lantai masih dari tanah,
kalau hujan bocor. Saya masih ingat Ibu paling repot kalau
musim hujan. Ngepel lantai yang bocor, menjaga kami yang
masih kecil-kecil supaya tidak main lumpur di dalam rumah,
wah pokoke repot. Tapi kami bahagia kok.
Saya punya satu kakak cowok dan satu adik cewek. Mas
sayang banget ke kami adik-adiknya. Walau tentu saja, namanya
juga anak kecil, masih suka berantem juga kadang-kadang. Mas
sering mengumpulkan barang bekas. Sandal jepit, panci bolong,
ember rombeng, atau apa saja. Kalau ada tukang jualan mainan
lewat, Mas menukar barang bekas itu dengan jepit rambut untuk
saya, atau boneka plastik untuk Adik. Waktu itu masih boleh.
Sekarang, mana ada sistem barter kaya' gitu. Kami hanya bisa
melakukan barter seperti itu, karena Bapak Ibu tidak pernah
punya cukup uang untuk memberi kami uang jajan. Karena itu,
kami yang harus kreatif. Kadang-kadang saya dan Adik ke pasar
menjual bunga untuk banten (sesajen), sekedar supaya bisa beli es
lilin. Ibu juga suka menitipkan beberapa ikat seledri, yang
kami tanam di pot-pot sekitar rumah, untuk ditukar dengan
bumbu dapur. Malah saking kreatifnya, Adik pernah 'menanam'
garam dan terasi, supaya Ibu tidak perlu beli lagi. Tinggal
'petik'.
Dan setiap pagi, sebelum berangkat sekolah, kami antri
di meja makan, untuk mendapat 'ransum' pasta gigi. Biasanya
Bapak yang membagi. Hal itu perlu kami lakukan, supaya satu
tube cukup untuk satu bulan. Walaupun sudah diransum begitu,
kadang pada akhir bulan kami masih saja kekurangan pasta
gigi. Bapak sampai harus mengerok tubenya, supaya pastanya
keluar. Kadang malah sampai membedah tubenya. Pokoke tidak
ada yang tersisa. Kebiasaan itu saya bawa sampai sekarang.
Kalau belum tipis banget, sayang rasanya membuang tube pasta
giginya.
Pada masa itu, TV masih merupakan barang yang wah. Untuk
bisa menonton film kartun di TV (waktu itu Woody Woodspeaker
kalau tidak salah), Mas dan saya harus mengerjakan PR kami
dulu. Selain itu, Bapak menambah tes perkalian untuk kami.
Dalam satu kotak, Bapak menyiapkan gulungan kertas kecil
berisi perkalian satu sampai sepuluh. Kami harus mengambil
lima gulung. Kalau tidak bisa menjawab, harus mengulang lagi.
Demikian seterusnya, sampai berhasil menjawab lima perkalian.
Yang di tes hanya Mas dan saya, karena kami sudah SD,
sedangkan adik tidak, karena masih TK. Tapi Adik juga harus
menunggu hasil tes kami, untuk dapat pergi nonton TV bersama-
sama. Kalau sudah selesai, kami boleh nonton TV di keca-
matan, diantar Oom (adik Bapak). Karena jengkel harus
menjawab tes perkalian itu, saya minta Bapak untuk beli TV.
Bapak bilang harganya mahal. Seratus ribu. Saya bilang, "Saya
punya tabungan. Bapak seribu-nya, saya seratusnya."
He..he..bodo, ya.
Dan kalau Bapak lagi dapat rejeki, Bapak mengajukan
pilihan, ikut Bapak Ibu ke pasar, atau mau nonton TV ? Wah
ini pilihan sulit. Tapi kami lebih sering pilih ikut Bapak,
karena di pasar kami bisa minum angsle, dan boleh minta
mainan.
Pada masa liburan, kalau sedang tidak ada acara, Bapak
Ibu mengajak kami 'rekaman'. Kami akan menyanyi bersama, yang
oleh Bapak direkam ke dalam tape. Sampai sekarang beberapa
kaset rekaman itu masih ada. Suka geli kalau mendengarnya
lagi. Selain itu, kami juga sering ke pantai. Naik kendaraan
roda dua, berlima ! Wisata yang murah meriah.
Saat ini, hal-hal seperti itu tidak perlu lagi kami
alami. Mau nonton TV atau Video, tinggal pencet tombol. Mau
nonton di 21, tinggal buka dompet. Mau ngabur ke Bedugul, ada
kendaraan. Mau shooping, tidak perlu tunggu Bapak dapat
rejeki. Belanja garam terasi pun boleh di supermarket. Tapi
kenangan dua puluh tahun yang lalu tidak akan pernah terlupa
kan. Saya ingin seperti Bapak dan Ibu. Memulai semuanya dari
nol, untuk kemudian menanjak sedikit demi sedikit. Bagus
untuk pendidikan mental.
HAPPY VALENTINE....
SEBELUM KITA MENGELUH.... .......
14.01
1. Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali.
2. Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.
3. Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta di jalanan.
4. Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk, pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk di dalam hidupnya.
5. Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istrimu, pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Allah untuk diberikan teman hidup.
6. Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu, pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat.
7. Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.
8. Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya, pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan.
9. Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir, pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan.
10. Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda.
11. Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa.
Regards,
Dien_Zein Umar